Dunia paralel, adalah dunia di mana terdapat sosok yang sama namun berada di dunia dan kondisi yang berbeda. Awalnya aku sempat berharap buku ini akan bercerita tentang satu tokoh yang hidup di dua atau beberapa dunia yang berbeda dalam waktu bersamaan. Ternyata….
Dikisahkan pertemuan awal Vian dan Medi di sebuah airport yang berdampak terciptanya “rasa” dalam diri masing-masing. Pergolakan “rasa” berlanjut dengan kerjasama tak sengaja mereka dalam pembuatan film yang bertemakan dunia paralel. Kisah ini dipenuhi dengan pertarungan batin, saat rasa cinta tumbuh tapi kondisi tak memungkinkan. Walaupun diselipi dengan persahabatan dan pekerjaan, fokus cerita tetap pada Vian dan Medi.
Sempat berpikir novel ini sangat nanggung, sepertinya semua tokoh menahan emosi. Tidak ada emosi yang berarti, malah kebanyakan menghadirkan toleran dimana-mana. Tapi saat mengetahui ending kisah, aku cukup mengerti kenapa mereka terus menerus meredam emosi.
Gaya penceritaan terasa datar-datar saja, walaupun sering dilengkapi kalimat-kalimat yang memberi penasaran kepada pembaca. Selain itu, tokoh Reno seorang executive produser seperti hanya sekedar pelengkap agar ada tambahan konflik. Dan membuat kepalaku berpikir, “Lah, cuman gini doank” saat konflik Reno dengan Vian dengan –sangat— mudah diselesaikan oleh Alleta. Satu lagi tentang cover, aku suka dengan desainnya tapi tidak menangkap filosofi ataupun hubungan yang terkandung di dalamnya.
Tapi lepas dari kedataran cerita, penulis cukup cerdik menyimpan jawaban dengan membuat pembaca dipenuhi penasaran dan bertanya-tanya terlebih dahulu.
Kembali kepada harapan di awal, ternyata apa yang kuharapkan tidak kesampaian. Karena dunia paralel yang tergambar lewat buku ini adalah sebuah sarana manusia untuk “memperbaiki” sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Sekaligus melengkapi kesimpulan di kepalaku bahwa dunia paralel memang hanyalah angan-angan.
Dikisahkan pertemuan awal Vian dan Medi di sebuah airport yang berdampak terciptanya “rasa” dalam diri masing-masing. Pergolakan “rasa” berlanjut dengan kerjasama tak sengaja mereka dalam pembuatan film yang bertemakan dunia paralel. Kisah ini dipenuhi dengan pertarungan batin, saat rasa cinta tumbuh tapi kondisi tak memungkinkan. Walaupun diselipi dengan persahabatan dan pekerjaan, fokus cerita tetap pada Vian dan Medi.
Sempat berpikir novel ini sangat nanggung, sepertinya semua tokoh menahan emosi. Tidak ada emosi yang berarti, malah kebanyakan menghadirkan toleran dimana-mana. Tapi saat mengetahui ending kisah, aku cukup mengerti kenapa mereka terus menerus meredam emosi.
Gaya penceritaan terasa datar-datar saja, walaupun sering dilengkapi kalimat-kalimat yang memberi penasaran kepada pembaca. Selain itu, tokoh Reno seorang executive produser seperti hanya sekedar pelengkap agar ada tambahan konflik. Dan membuat kepalaku berpikir, “Lah, cuman gini doank” saat konflik Reno dengan Vian dengan –sangat— mudah diselesaikan oleh Alleta. Satu lagi tentang cover, aku suka dengan desainnya tapi tidak menangkap filosofi ataupun hubungan yang terkandung di dalamnya.
Tapi lepas dari kedataran cerita, penulis cukup cerdik menyimpan jawaban dengan membuat pembaca dipenuhi penasaran dan bertanya-tanya terlebih dahulu.
Kembali kepada harapan di awal, ternyata apa yang kuharapkan tidak kesampaian. Karena dunia paralel yang tergambar lewat buku ini adalah sebuah sarana manusia untuk “memperbaiki” sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan mereka. Sekaligus melengkapi kesimpulan di kepalaku bahwa dunia paralel memang hanyalah angan-angan.